Nama :
Egi Pratama
Npm :
1601270108
Program study : Perbankan Syariah
Materi report ke 8
Pembahasan : Mengenal
sistem moneter di bank Indonesia
Mengenal sistem moneter di bank
Indonesia
Tujuan
Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Bank Indonesia
memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan
ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia.
Hal yang dimaksud
dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap
harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter
dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting
Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free
floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai
stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga
menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang
berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya,
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui
penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan
tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran
moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar
terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat
diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian
moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Kerangka
Kebijakan Moneter di Indonesia
Dalam melaksanakan
kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan
Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara
formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang
menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan
moneter.
Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit
mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan
untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk
mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward
looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah
perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah
dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai
oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara
operasional, stance
kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI
Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga
deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada
akhirnya akan memengaruhi output
dan inflasi.
Pengenalan Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu
meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari
inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat
inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Penentuan barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan atas dasar
Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut
secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap
beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international
best practice antara lain:
- Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
- Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang
diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran
(berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose -
COICOP), yaitu :
- Kelompok Bahan Makanan
- Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
- Kelompok Perumahan
- Kelompok Sandang
- Kelompok Kesehatan
- Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
- Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)
Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) adalah
rata-rata dari suku bunga indikasi pinjaman tanpa agunan (unsecured) yang
ditawarkan dan dimaksudkan untuk ditransaksikan oleh Bank Kontributor kepada
Bank Kontributor lain untuk meminjamkan rupiah untuk tenor tertentu di
Indonesia.
JIBOR merupakan suku bunga acuan yang digunakan pada
transaksi keuangan antara lain untuk referensi suku bunga mengambang, produk
derivatif suku bunga dan valuasi instrumen keuangan dalam mata uang rupiah.
Penggunaan JIBOR akan mendukung terciptanya pasar uang
yang likuid dan dalam serta efisiensi transaksi di pasar uang yang pada
akhirnya akan memperkuat stabilitas moneter dan sistem keuangan di Indonesia.
JIBOR dipublikasikan melalui situs Bank Indonesia pada
setiap hari kerja pukul 10.00 WIB. Selain itu, JIBOR juga dipublikasikan
melalui sistem Laporan Harian Bank Umum (LHBU) Bank Indonesia, Thomson Reuters
dan Bloomberg.
JIBOR ditetapkan berdasarkan suku bunga indikasi yang
disampaikan oleh bank kontributor. Dalam rangka meningkatkan kredibilitas
JIBOR, sejak 1 April 2015 Bank Indonesia mewajibkan bank kontributor untuk
menerima permintaan transaksi meminjam dan/atau meminjamkan rupiah pada tingkat
suku bunga sesuai suku bunga indikasi yang disampaikan oleh bank kontributor
tersebut, sepanjang memenuhi batasan waktu dan batasan tertentu.
Selain itu, sejak 1 April 2015 dan sejalan dengan yang
terjadi di negara lain, Bank Indonesia menghentikan JIBOR dalam mata uang dolar
Amerika Serikat karena sangat jarang atau dapat dikatakan tidak pernah
digunakan dan diacu oleh pelaku pasar.
Penjelasan singkat mengenai JIBOR adalah sbb:
PENJELASAN OPERASI MONETER
Dalam rangka mencapai
sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga). Stance kebijakan
moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI 7DDR). Dalam
tataran operasional, BI 7DDR tercermin dari suku bunga pasar uang jangka pendek
yang merupakan sasaran operasional kebijakan moneter. Sejak 9 Juni 2008, BI
menggunakan suku bunga Pasar Uang Antara Bank (PUAB)1 overnight (o/n) sebagai
sasaran operasional kebijakan moneter.
Agar pergerakan suku
bunga PUAB o/n tidak terlalu melebar dari anchor-nya (BI 7DDR), Bank Indonesia
selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan
secara seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil melalui
pelaksanaan operasi moneter (OM).
Operasi Moneter
adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Standing Facilities.
Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT merupakan kegiatan transaksi
di pasar uang yang dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia dalam rangka
mengurangi (smoothing) volatilitas suku bunga PUAB o/n. Sementara
instrumen Standing Facilities merupakan penyediaan dana rupiah (lending
facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah
(deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka membentuk koridor
suku bunga di PUAB o/n. OPT dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia, sementara
Standing Facilities dilakukan atas inisiatif bank.
Keterangan :
PUAB atau Pasar Uang Antar Bank adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) yaitu terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai bursa. Transaksi PUAB dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu tahun.
PUAB atau Pasar Uang Antar Bank adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) yaitu terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai bursa. Transaksi PUAB dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu tahun.
DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum
memiliki definisi baku yang telah diterima secara internasional. Oleh
karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya mengatakan
bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem
tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini
dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:
” Sistem keuangan yang stabil mampu
mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga
dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.”
” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem
keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap
mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar
risiko secara baik.”
” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi
dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan
risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.”
Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami
dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan
instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu
oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi
antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku.
Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan
internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem
keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko
operasional.
Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor
finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi menyebabkan sistem
keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah.
Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan
kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat
mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat
dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi
ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan
sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking (melihat kedepan). Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan
mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi
tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi
menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu
melumpuhkan perekonomian.